Kekuatan guru saat
mengajar dihadapan siswa bukan lah pada sejauhmana guru itu banyak menguasai
materi pada buku, bukan pula pada pengalaman yang guru alami. Tetapi kekuatan
guru ada pada rasa.
Falsafah sunda menyebut, guru nu linuhung, pandita anu wiwaha, eta
aya dinu wening ati na, nu leah manah na, nu rancage hatena, jeung rancingas
rasana. Kekuatan guru yang adiluhung ada pada kekuatan rasanya, jika guru
memiliki itu, niscaya melahirkan anak didik yang cerdas secara keilmuan tetapi
juga memiliki nilai rasa (spiritual inteligence-red).
“Tetapi jika guru mendidik siswanya
mengikuti kurikulum, juklak juknis tanpa pemahaman yang dimiliki dan bingkai
rasa kasih dan sayang pada muridnya, maka yang dilahirkan adalah generasi yang
tidak tentu arah, kecerdasannya hanya mengancam kehidupan ini. Budak nu linglung, bingung, teuing kamana
sarakan pangbalikan, teu apal kana Purwadaksi na”, demikian disampaikan Bupati
Purwakarta, H. Dedi Mulyadi, SH saat sambutan
pada peringatan Isro Mi’raj Nabi Muhammad SAW, Keluarga Besar Dinas Pendidikan,
Pemuda dan Olahraga Purwakarta, Rabu (12/06) pagi di Pendopo Pemkab Purwakarta.
Menurut bupati, hikmah dari Isro
Miraj adalah kepasrahan diri kita pada Allah SWT, yang digambarkan oleh
pengalaman Rasulallah dengan peristiwa Isro Miraj itu. Dan sunda cukup jelas
memberikan pelajaran bagi kita tentang kepasrahan ini.
Dengan ajaran Sunda Wiwitan, yang
menyebut hirup ukur sasampeuran, awak
ukur sasampayan, sariring riring dumadi, sarengkak saparipolah, Gusti Nu Maha
Suci moal nanggeuy ku bongkokna. Inilah ajaran Islam Universal, “kesininya,
hukum universal itu diterjemahkan oleh masing-masing ulama. Ada Imam Maliki,
Imam Hanafi dan lainnya, dan itu ketika diterjemahkan disesuaikan dengan
kondisi karakteristik dan budaya masyarakatnya”, tambah Bupati.
Untuk itu menurut bupati,
mengambil pelajaran dari peristiwa Isro Miraj adalah memaksimalkan fungsi rasa
kita. Hanya dengan pendekatan rasa inilah yang bisa mendekatkan kita pada Allah
SWT. “dengan rasa, kita mulai tata cara makan kita, dengan rasa kita benahi
cara tidur, benahi lingkungan sekolah, benahi cara bicara kita. Walaupun kurikulum
diganti-ganti, buku bertumpuk-tumpuk, sementara rasa dan turunan nya itu belum
kita benahi, jangan harap Ilmu akan masuk pada dirinya”, tegas Bupati.
Terkecuali itu, yang harus
dilakukan guru pada muridnya adalah lebih banyak memberikan pelajaran
aplikatif, sebab manusia pada dasarnya lebih memaksimalkan daya lihatnya dan
daya dengarnya, bukan pada membaca.
Islam melalui penggalan kalimat
terakhir pada ayat yang menerangkan peristiwa Isro Miraj, telah menjelaskan
pentingnya pelajaran aplikatif itu, Linuriyahuminayatina
innahu huassyamiiulbasyiiir, “adanya tanda-tanda kekuasaan Allah yang perlu
kita ketahui. Dan caranya adalah dengan melihat dan mendengarkan bukan membaca
secara tekstual. Bagaimana seorang guru menjelaskan sekaligus mensimulasi siklus
terjadinya hujan turun ke bumi, di bumi disediakan hutan dengan pohon2nya yang
menyimpan air hujan itu, turun ke daerah landai ke perumahan sehingga ke laut. Itulah
yang perlu dijelaskan pada anak didik kita”, tambah bupati.
Hal senada diungkapkan KH. Jujun
Junaedi yang menjadi Narasumber dalam peringatan isro miraj ini. menurutnya, Isro
Miraj mengisahkan perjalanan rasulallah sebelum Miraj ke sidratulmuntaha,
dibawa dulu oleh malaikat jibril ke masjidil haram ke sumur zam-zam untuk
dibersihkan dulu hati dan jasadnya.
Ini hikmahnya adalah siapapun
kita dan apapun pekerjaan kita hendaklah bersihkan dulu hati agar tetap ikhlas.
“kita harus awali semua aktivitas dengan niatan ikhlas dan memaksimalkan rasa”,
jelas Jujun.
Sementara, jika yang diharapkan
oleh seorang guru misalkan ketika ngajar karena jabatan atau harapan naiknya
gaji, maka yang timbul dalam dirinya adalah berhala. Semuanya difokuskan pada
nilai-nilai materi, mengajar hanya sebatas pemenuhan kurikulum, mengejar sertifikasi
untuk naik tunjangan dan nilai materi lainnya, itulah yang sebenarnya
pemberhalaan, “berhala itu yang menghalangi kita bertemu dengan Allah SWT”,
tegas Jujun.
Untuk itu, menurut Jujun, Miraj
nya seorang guru, adalah ketika dia berada di kelas, mendidik dengan
memaksimalkan rasa. “Miraj nya seorang Bupati, adalah ketika menandatangi APBD
yang itu berpihak pada kaum mustadafin”, pungkas Jujun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar