Adab
hidup bermasyarakat yang baik dimulai dari adab hidup lingkungan, adab
hidup keluarga, adab hidup bermasyarakat yang pada akhirnya melahirkan
tata kesejahteraan, tingkat kesejahteraan mereka yang relatif baik akan
tercermin dari harapan hidupnya yang relatif baik, serta kerukunan hidup
yang relatif baik pula. Nilai-nilai itulah yang diadopsi dalam
kebijakan pembangunan daerah di Kabupaten Purwakarta, itulah yang
disebut sebagai pembangunan daerah yaitu sebuah filosofi pembangunan
dimana pembangunan harus didasarkan pada nilai integrasi atau sebuah
persenyawaan manusia dengan tanah,air,udara dan dengan mataharinya,
karena pada hakikatnya dalam aspek material manusia tercipta dari ke
empat unsur tadi. Karena keempat hal tersebut maka pembangunan tidak
boleh menggugurkan nilai-nilai itu.
Sesungguhnya
kalau kita ingin menjaga lingkungan adat itu semestinya undang-undang
lingkungan hidup cukup mengadopsi nilai-nilai adat lokal, sehingga
undang-undang lingkungan hidup itu berbeda disatu tempat dengan tempat
yang lain, tidak boleh general karena kerangka pemahamannya berbeda
harusnya orang Baduy UU lingkungan hidupnya sesuai dengan adat Baduy,
orang suku Naga UU ligkungan hidupnya sesuai adat Naga, orang suku Dayak
UU lingkungan hudupnya sesuai adat Dayak, demikian pula untuk daerah
untuk tidak bisa dibuat generalisasi, karena nilai-nila falsafah
lokalnyapun tentang lingkungan alam tentu berbeda-beda.
Purwakarta
adalah sebuah daerah yang sedang mengalami transisi perubahan yang
cukup tajam karena era industrialisai yang melahirkan keragaman kultur.
Kami mengusung nilai dasar yang hakiki dimanapun dan dari kelompok
manapun orangnya harus kembali pada nilai dasar tanah, air, udara dan
matahari sebagai basis penciptaan manusia. Dari falsafah itulah kami
wujudkan dalam berbagai kebijakan strategis, kebijakan tentang tata
kota, tata bangunan, sistem pengelolaan pemerintahan desa, sistem
pelayanan pemerintah. kebijakan-kebijakan tersebut secara keseluruhan
relatif diterima oleh masyarakat, tetapi idiom-idiom sunda kami angkat
dalam berbagai kesempatan itu sering kali mendapat penentangan atas nama
agama. Hal itu pun mungkin diakibatkan oleh kurangnya agama di pahami
secara holistik, atau mereka lebih menekankan pemahaman agama hanya pada
aspek-aspek simbolistik. Ketika memahami agama itu secara letterlux
akan menjadikan seluruh nilai tata budaya dari Timur Tengah dibawa
kesini , padahal tidak begitu semestinya. Harus dibedakan antara
substansi agama dengan kebudayaan. Pertentangan yang terjadi antara
orang-orang tersebut dengan cara pandang yang lainnya itu bukan
mengenai substansi agama tetapi pertentangan mengenai budaya. Satu pihak
kukuh dengan pendapatnya bahwa budaya yang baik itu impor dari Timur
Tengah, yang di persepsikan semuanya sebagai ajaran agama islam yang
kaffah, sedangkan yang lainnya berpendapat bahwa simbolistiknya bisa
diambil dari lokal Purwakarta dan menjadi lokal Indonesia, tetapi
substansi nilai-nilai kebenarannya didasarkan pada essensi agama yang
Hak.
Kami
banyak membangun patung-patung di daerah Kabupaten Purwakarta,misal ada
simbolistik tentang Arjuna, simbolistik tentang Yudhistira, atau
Dharmakusuma atau Samiaji, ada simbolistik tentang Gatotkaca,Semar,Bima.
Semua adalah simbolistik-simbolistik dari sebuah nilai peradaban masa
lalu Indonesia yang hari ini masih adaptif dengan nilai perubahan baru,
tinggal beradaptasi dengan merubah format, wayang golek, wayang kulit
yang lebih dapat diterima oleh mind sett dan trend masyarakat, karena
manusia mengalami modernisasi dalam tontonan. Tetapi secara nilai, itu
adalah nilai-nilai lama yang harus kita hargai dan hormati sebagai
sebuah warisan leluhur budaya bangsa kita.
Saya (Bupati) dilahirkan dari keluarga yang tinggal di pedesaan yang
relatif adaptif terhadap lingkungan. Hari ini saya melihat ada sebuah
loncatan berfikir karena perubahan transformasi informasi yang dialami
oleh anak-anak muda pada saat ini. Mereka tidak lagi mengenal sejarah
masa lalu bangsa. Mereka lebih mengenal tokoh seperti Doraemon,
Spiderman,Ipin-Upin, Ksatria baja hitam, Mikey mouse, dibanding mengenal
filosofi nilai kebudayaan lama yang diwariskan dalam tradisi seperti
wayang. Hal seperti itu menurut saya sangat berbahaya dan menentang
masa depan bangsa.
Budaya
bukan hal yang harus dilestarikan tetapi budaya harus menjadi sistem
nilai kebijakan. Di Pemkab Purwakarta sendiri itu relatif sedikit demi
sedikit sudah mulai diterapkan dalam sistem nilai kebijakan, walaupun
pada awalnya banyak mengalami perbedaan pemahaman tetapi setelah
diterapkan selama 4 tahun ini pemerintah menjalankannya secara
komprehensif ternyata sistem kebudayaan itu diwujudkan dalam sistem
pemerintahan, bisa melahirkan pelayanan pemerintahan yang baik.
NKRI
merupakan pengejawatan dari berbagai runtutan suku, agama, dan ras
budaya yang memperkaya khasanah bangsa kita, maka Negara Kesatuan
Repuplik Indonesia bisa kokoh berdiri ditengah pergulatan dunia karena
ditopang oleh kekuatan berbagai macam suku bangsanya, dan jika nilai
budaya yang terkandung setiap suku-suku bangsa sudah hilang terkikis
pergulatan dunia maka tak ada NKRI. Dan sebenarnya di setiap Negara
manapun dibelahan bumi ini, mereka tetap tegak berdiri karena kekuatan
budayanya masing-masing. Namun karakteristik budaya di Indonesia sungguh
berbeda dengan Negara lainnya. Di kita kekuatan budaya telah melahirkan
penghargaan terhadap para pemimpinnya, inilah yang kemudian menjadikan
masyarakatnya masyarakat yang berbudi luhur, yang menghargai jasa-jasa
para pemimpinnya, walau dalam perjalanan karirnya pemimpin tersebut
tidak disukai, misalkan bagaimana Soeharto waktu itu di caci maki
diturunkan, sementara sekarang makamnya di ziarahi ribuan orang.
Begitupun dengan makam Gusdur dan kenangannya saat menjadi presiden.
Artinya pemimpin-pemimpin kita yang seperti itu, memiliki basis budaya
dan kultur yang kuat di masyarakatnya.
Untuk
itu kekuatan budaya sebenarnya akan melahirkan nilai kultur yang kuat
ditengah masyarakatnya, sementara di Indonesia yang notabene beragam
kebudayaanyapun akan menimbulkan kerukunan yang kuat antar budaya
masing-masing. Hal ini dalam budaya kesundaan sudah tercermin dalam
kalimat SILIH ASAH SILIH ASIH SILIH ASUH, kalimat yang mengandung makna
filosofi saling menghargai, saling menyayangi, dan saling mencerdaskan
antara satu dengan yang lainnya. Antara budaya yang satu dengan yang
lainnya. Pemahaman budaya yang seperti ini, akan mempengaruhi masyarakat
dalam memahami pembangunan. Dimana pemahaman suatu budaya terhadap
pembangunan dapat di awali dari filosofi kearifan suatu wilayah yang
melengkapi budaya itu sendiri . filosofi kearifan suatu wilayah adalah
interaksi masyarakat yang memandang pembangunan sebagai sosiocultural.
Artinya jika sebuah wilayah berkembang pada bidang industrialisais maka
Negara harus mendorong rakyatnya untuk cerdas menghadapi industrialisasi
dengan memberikan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan, jika
masyarakat itu cerdas, maka mereka akan mengambil peran-peran strategis
dalam kebijakan-kebijakan ekonomi, inilah yang dimaknai peran kearifan
suatu wilayah pada sebuah tatanan budaya.
Terjadinya
ketimpangan social di masyarakat buah akibat dari semakin tingginya
urbanisasi sebuah wilayah yang dijadikan pusat pembangunan. Inilah yang
dimaksud pembangunan yang dipaksakan tanpa melakukan kearifan suatu
wilayah tadi. Seharusnya dipersiapkan dulu masyarakatnya untuk cerdas
mengambil peran strategis untuk kemudian dilakukannya pengembangan
pembangunan suatu wilayah. Untuk itu , di Purwakarta kami mengambil
langkah memaknai kearifan suatu wilayah ini dengan memberikan pemetaan
pembangunan, dimana ada wilayah yang di pertahankan pada sisi kulturnya
dan ada wilayah yang mengalami perubahan dari sosiokulturnya. Sehingga
daerah yang dipertahankan sebagai pusat kultur masyarakat itu menjadi
penyangga dari stabilitas perubahan pembangunan, sementara wilayah yang
mengalami perubahan dalam percepatan pembangunan itu menjadi tempat
interaksi sosial bermacam-macam budaya masyarakat, dan ini menjadi pusat
pertumbuhan perekonomin tanpa menimbulkanpemberontakan kebudayaan dan
cenderung adaptif pada percampuran kebudayaan yang terjadi.
Kaitan
kebudayaan dengan dunia pendidikan di Purwakarta, dalam minggu-minggu
ini akan mengeluarkan peraturan Bupati tentang budi pekerti, dimana budi
pekerti maduk dalam kurikulum di sekolah dan menjadi salahsatu
penilaian dalam rapor siswa. Tidak hanya tercantum nilai budi pekerti
siswa saja, tetapi juga budi pekerti mempengaruhi siswa dalam layak
tidaknya siswa untuk naik kelas. Kebijakan ini diambil karena tujuan
pendidikan itu adalah menciptakan manusi Indonesia seutuhnya, artinya
menciptakan manusia yang terintegritas antara nilai intelektulnya, nilai
emosionalnya dan yang paling utama adalah kecerdasan spiritualitasnya.
Itulah yang disebut budi pekerti. Maka tidak ada arttinya seseorang
cerdas dalam intelektualitasnya namun dari sisi emosional moralitasnya
dan spiritualitasnya rendah, karena orang tersebut yakin tidak akan
produktif bagi kemajuan bangsa, yang ada malah menghancurkan bangsa ini,
toh banyak kasus korupsi yang menyebabkan kebangkrutan bangsa ini
dilakukan oleh orang pintar secara intelektual tapi bobrok dalam
moralitasnya. Dan inilah yang menjadi berbahaya, karena dimanapun orang
pintar intelektual dan moralitasnya bobrok jika ia memegang jabatan maka
yang akan terjadi adalah eksploitatif terhadap potensi-potensi yang
ada.
Maka
berkaitan dengan hal ini, kebudayaan dipengaruhi oleh kecerdasan budi
pekerti seseorang. Artinya tingkat kecerdasan budi pekerti akan
mempengaruhi nilai budaya yang muncul di masyarakat. Di purwakarta saja,
perbenturan nilai budaya yang terjadi sekarang-sekarang ini, ternyata
tak terlepas dari peran kecerdasan emosional (budi pekerti-red) sebagian
kelompok memaknai budaya yang di pertentangkan itu. Dan adapula yang
memaknai budaya yang di pertentangkan itu sesuatu yang sah-sah saja di
jalankan di Purwakarta dengan asumsi kcerdasn budi pekertinya, dan
adapula yang memaknai sebagai kekeliruan budaya Purwakarta yang
sesungguhnya, tentu asumsi kecerdasan emosionalnya pula. Hanya saja yang
salah adalah jika perbenturan budya itu di lakukan dengan budi pekerti
yang bobrok, merusak dan menghancurkan asset-aset budaya yang ada.
Lebih
jauh dalam meletakan pondansi budaya di Purwakarta adalah pemaknaannya
terhadap Purwakarta yang merupakan bgian dari budaya kesundaan, budaya
di Jawa Barat yang Notabene berada pada wilayah transisi dengan
perbenturan interaksi bermacam pengaruh budaya luar. Sehingga hal ini
membutuhkan pondasi identitas budaya di Purwakarta. Karena jika
suatudaerah tidak memiliki kedaerahannya maka daerah tersebut akan mudah
disingkirkan, dan lambat laun hilanglah identitas masyarakat
pribuminya. Maka dalam hal ini perubahan cultural itu sangat dipengaruhi
oleh perubahan kebijakan. Sehingga harapannya, kebijakan itu tidak lagi
dominasi antara kekuatan besar dan kekuatan kecil tapi merata untuk
melahirkan keadilan dibandingkan melahirkan kantong-kantong besar dimana
kantong besar itu memberangus kantong-kantong kecil bahkan membunuh
kehidupannya dalam jangka panjang.
Pemimpin
yang ingin populis biasanya selalu mengangkat isu yang bersifat
pragmatis tidak fundamental, isunya adalah mengangkat peningkatan
derajat pendidikan, isunya adalah isu menurunkan angka pengangguran,
isunya adalah peningkatan ekonomi rakyat itu pragmatis semua derajat
ekonomi, derajat kesehatan masyarakat derajat pengangguran itu sangat
tergantung pada potensi dasar suatu daerah yang disebut kekuatan kultur
maka saya rela untuk tidak populis dan mengangkat kebudayaan sebagai isu
sentral dasar pembangunan, memang berat mengangkat isu itu akan tetapi
isu itu membuat fundamen yang kuat bagi Negara. Kita lihat ketika
membangun Negara ini apakah yang dirumuskan Bung Karno dulu adalah
kebijakan tentang ekonomi? Apakah yang dirumuskan kebijakan
industrialisasi? Bukan tapi dulu yang dirumuskan adalah kerangka dasar
tata ketata negaraan yang disebut Pancasila., dan Pancasila itu adalah
sebuah kristalisasi dari nilai-nilai lokal yang tersebar dari seluruh
wilayah tanah air dan ini filosofi dasar yang sangat bagus sehingga pada
akhirnya bagaimana menterjemahkan pancasila itu dalam sistem sosial,
sistem ekonomi yang berdasar pada ruang wilayah kebudayaan masyarakat
karena ruang wilayahnya kebudayaannya. Untuk masyarakat dayak maka kita
hormati kebudayaan orang dayak tersebut itu sebagai sistem sosial yang
berkembang pada wilayahnya, ketika berbicara Aceh pahami kultur Acehnya,
pertanyaannya mengapa Aceh diberi keistimewaan kenapa Jawa Barat tidak
diberi keistimewaan kenapa Kalimantan tidak diberi keistimewaan, mengapa
papua juga, maka bisa timbul pertanyaan apakah keistimewaan suatu
daerah didapat jika daerah tersebut melakukan pemberontakan? Pemikiran
seperti ini akan berbahaya bagi system NKRI seharusnya setiap daerah
diberikan keistimewaan untuk berkembang sesuai dengan kultur wilayahnya.
Kearifan
lokal itu melahirkan semangat pembangunan, kearifan lokal itu
melahirkan kesejahteraan, kearifan lokal itu melahirkan keadilan ekonomi
kearifan lokal itu melhirkan kesehatan masyarakat yang kuat, saya ingin
bertanya apakah orang Baduy itu lebih sehat di bandingkan orang
Bandung? Pasti jawabannya orang Baduy secara kasat mata bisa lebih sehat
di bandingkan orang Bandung, padahal orang Baduy mengurus dirinya
sendiri tanpa interversi Negara seperti masyarakat lain, seharusnya
Negara kita ini rakyatnya berkembang berdasarkan sosok kultur sosialnya
dan dia akan menjadi daerah-daerah yang kokoh. Implikasinya anggaran
Negara itu bisa digunakan untuk hal-hal lain yang lebih strategis.
Citarum
itu sebuah warisan kebudayaan, sebuah warisan sunda maka Citarum
seharusnya dipahami dengan rasa dengan kultur jangan dipahami dengan
proyek, pahami secara kultur serahkan kepada orang-orang yang memiliki
kapasitas. Saya ketika pertama menjabvat sebagai Bupati di Purwakarta
ada ironi sebagai daerah penghasil tenaga listrik ternyata ada sebanyak
40.000 KK yang belum menikmati listrik, padahal mereka tinggal di
sekitar Cirata dan Citarum (Waduk Jatiluhur) ini kalau orang sunda
bilang yang namanya “Kahieuman Bangkong”.
Akhirnya
saya sampaikan kalau kita menolak sebuah transformasi dunia, media dan
hiburan tidak mungkin karena sekarang sudah menjadi dunia terbuka, yang
harus dibagun oleh kita adalah membangun kreatifitas bagaimana Negara
mengeluarkan kebijakan-kebijakan perlindungan terhadap kebudayaan. Sudah
saatnya Negara perlu memanggil ahli-ahli animasi, panggil ahli film dan
semua dibiayai oleh Negara untuk membuat film – film yang bermutu yang
berdasarkan dari nilai-nilai lokal dari bangsa ini. Sehingga kita tidak
di jajah secara kultur oleh Negaranya Spiderman, Negaranya Spongsbob,
Negaranya Ipin-Upin dll, dulu ketika waktu zamannya TVRI pak harto
sering membuat kebijakan film luar biasa, contohnya membuat film si
unyil, yang dampaknya sangat fenomenal dan intervensi Negara pada
penguatan budaya tidak fundamental, jika ingin berlangsung maka tidak
tahu kapan Indonesia ini akan mencapai puncak kejayaannya.***
Ditulis oleh: Kang Dedi Mulyadi (Bupati Purwakarta)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar