Rabu, 04 September 2013

Pembangunan Berkarakter Sebuah Pilihan Untuk Indonesia

Adab hidup bermasyarakat yang baik dimulai dari adab hidup lingkungan, adab hidup keluarga, adab hidup bermasyarakat yang  pada akhirnya melahirkan tata kesejahteraan, tingkat kesejahteraan mereka yang relatif baik akan tercermin dari harapan hidupnya yang relatif baik, serta kerukunan hidup yang relatif baik pula. Nilai-nilai itulah yang diadopsi dalam kebijakan pembangunan daerah di Kabupaten Purwakarta, itulah yang disebut sebagai pembangunan daerah yaitu sebuah filosofi pembangunan dimana pembangunan harus didasarkan pada nilai integrasi atau sebuah  persenyawaan manusia dengan tanah,air,udara dan dengan mataharinya, karena pada hakikatnya dalam aspek material manusia tercipta dari ke empat unsur tadi. Karena keempat hal tersebut maka pembangunan tidak boleh menggugurkan nilai-nilai itu.

Sesungguhnya kalau kita ingin menjaga lingkungan adat itu semestinya undang-undang lingkungan hidup cukup mengadopsi nilai-nilai adat lokal, sehingga undang-undang lingkungan hidup itu berbeda disatu tempat dengan tempat yang lain, tidak boleh general karena kerangka pemahamannya berbeda harusnya orang Baduy UU lingkungan hidupnya sesuai dengan adat Baduy, orang suku Naga UU ligkungan hidupnya sesuai adat Naga, orang suku Dayak UU lingkungan hudupnya sesuai  adat Dayak, demikian pula untuk daerah untuk tidak bisa dibuat generalisasi, karena nilai-nila falsafah lokalnyapun tentang lingkungan alam tentu berbeda-beda.

Purwakarta adalah sebuah daerah yang sedang mengalami transisi perubahan yang cukup tajam karena era industrialisai yang melahirkan keragaman kultur. Kami mengusung nilai dasar yang hakiki dimanapun  dan dari kelompok manapun orangnya harus kembali pada nilai dasar tanah, air, udara dan matahari sebagai basis penciptaan manusia. Dari falsafah itulah kami wujudkan dalam berbagai kebijakan strategis, kebijakan tentang tata kota, tata bangunan, sistem pengelolaan pemerintahan desa, sistem pelayanan pemerintah. kebijakan-kebijakan tersebut secara keseluruhan relatif diterima oleh masyarakat, tetapi idiom-idiom sunda kami angkat dalam berbagai kesempatan itu sering kali mendapat penentangan atas nama agama. Hal itu pun mungkin diakibatkan oleh  kurangnya agama di pahami secara holistik, atau mereka lebih menekankan pemahaman agama hanya pada aspek-aspek simbolistik. Ketika memahami agama itu secara letterlux akan menjadikan seluruh nilai tata budaya dari Timur Tengah dibawa kesini , padahal tidak begitu semestinya. Harus dibedakan antara substansi agama dengan kebudayaan. Pertentangan yang terjadi antara orang-orang  tersebut dengan cara pandang yang lainnya itu bukan mengenai substansi agama tetapi pertentangan mengenai budaya. Satu pihak kukuh dengan pendapatnya bahwa budaya yang baik itu impor dari Timur Tengah, yang di persepsikan semuanya sebagai ajaran agama islam yang kaffah, sedangkan yang lainnya berpendapat bahwa simbolistiknya bisa diambil dari lokal Purwakarta dan menjadi lokal Indonesia, tetapi substansi nilai-nilai kebenarannya didasarkan pada essensi agama yang Hak.
Kami banyak membangun patung-patung di daerah Kabupaten Purwakarta,misal ada simbolistik tentang Arjuna, simbolistik tentang Yudhistira, atau Dharmakusuma atau Samiaji, ada simbolistik tentang Gatotkaca,Semar,Bima. Semua adalah simbolistik-simbolistik dari sebuah nilai peradaban masa lalu Indonesia yang hari ini masih adaptif dengan nilai perubahan baru, tinggal beradaptasi dengan merubah format, wayang golek, wayang kulit yang lebih dapat diterima oleh mind sett dan trend masyarakat, karena manusia mengalami modernisasi dalam tontonan. Tetapi secara nilai, itu adalah nilai-nilai lama yang harus kita hargai dan hormati sebagai sebuah warisan leluhur budaya bangsa kita.
Saya (Bupati) dilahirkan dari keluarga yang tinggal di pedesaan yang relatif adaptif terhadap lingkungan. Hari ini saya melihat ada sebuah loncatan berfikir karena perubahan transformasi informasi yang dialami oleh anak-anak muda pada saat ini. Mereka tidak lagi mengenal sejarah masa lalu bangsa. Mereka lebih mengenal tokoh seperti Doraemon, Spiderman,Ipin-Upin, Ksatria baja hitam, Mikey mouse, dibanding mengenal filosofi nilai kebudayaan lama yang diwariskan dalam tradisi seperti wayang.  Hal seperti  itu menurut saya sangat berbahaya dan menentang masa depan bangsa.

Budaya bukan hal yang harus dilestarikan tetapi budaya harus menjadi sistem nilai kebijakan. Di Pemkab Purwakarta sendiri itu relatif sedikit demi sedikit sudah mulai diterapkan dalam sistem nilai kebijakan, walaupun pada awalnya banyak mengalami perbedaan pemahaman tetapi setelah diterapkan selama  4 tahun ini pemerintah menjalankannya secara komprehensif ternyata sistem kebudayaan itu diwujudkan dalam sistem pemerintahan, bisa melahirkan pelayanan pemerintahan yang baik.
NKRI merupakan pengejawatan dari berbagai runtutan suku, agama, dan ras budaya yang memperkaya khasanah bangsa kita, maka Negara Kesatuan Repuplik Indonesia bisa kokoh berdiri ditengah pergulatan dunia karena ditopang oleh kekuatan berbagai macam suku bangsanya, dan jika nilai budaya yang terkandung setiap suku-suku bangsa sudah hilang terkikis pergulatan dunia maka tak ada NKRI. Dan sebenarnya di setiap Negara manapun dibelahan bumi ini, mereka tetap tegak berdiri karena kekuatan budayanya masing-masing. Namun karakteristik budaya di Indonesia sungguh berbeda dengan Negara lainnya. Di kita kekuatan budaya telah melahirkan penghargaan terhadap para pemimpinnya, inilah yang kemudian menjadikan masyarakatnya masyarakat yang berbudi luhur, yang menghargai jasa-jasa para pemimpinnya, walau dalam perjalanan karirnya pemimpin tersebut tidak disukai, misalkan bagaimana Soeharto waktu itu di caci maki diturunkan, sementara sekarang makamnya di ziarahi ribuan orang. Begitupun dengan makam Gusdur dan kenangannya saat menjadi presiden. Artinya pemimpin-pemimpin kita yang seperti itu, memiliki basis budaya dan kultur yang kuat di masyarakatnya.
Untuk itu kekuatan budaya sebenarnya akan melahirkan nilai kultur yang kuat ditengah masyarakatnya, sementara di Indonesia yang notabene beragam kebudayaanyapun akan menimbulkan kerukunan yang kuat antar budaya masing-masing. Hal ini dalam budaya kesundaan sudah tercermin dalam kalimat SILIH ASAH SILIH ASIH SILIH ASUH, kalimat yang mengandung makna filosofi saling menghargai, saling menyayangi, dan saling mencerdaskan antara satu dengan yang lainnya. Antara budaya yang satu dengan yang lainnya. Pemahaman budaya yang seperti ini, akan mempengaruhi masyarakat dalam memahami pembangunan. Dimana pemahaman suatu budaya terhadap pembangunan dapat di awali dari filosofi  kearifan suatu wilayah yang melengkapi budaya itu sendiri . filosofi kearifan suatu wilayah adalah interaksi masyarakat yang memandang pembangunan sebagai sosiocultural. Artinya jika sebuah wilayah berkembang pada bidang industrialisais maka Negara harus mendorong rakyatnya untuk cerdas menghadapi industrialisasi dengan memberikan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan, jika masyarakat itu cerdas, maka mereka akan mengambil peran-peran strategis dalam kebijakan-kebijakan ekonomi, inilah yang dimaknai peran kearifan suatu wilayah pada sebuah tatanan budaya.
Terjadinya ketimpangan social di masyarakat buah akibat dari semakin tingginya urbanisasi sebuah wilayah yang dijadikan pusat pembangunan. Inilah yang dimaksud pembangunan yang dipaksakan tanpa melakukan kearifan suatu wilayah tadi. Seharusnya dipersiapkan dulu masyarakatnya untuk cerdas mengambil peran  strategis untuk kemudian dilakukannya pengembangan pembangunan suatu wilayah. Untuk itu , di Purwakarta kami mengambil langkah memaknai kearifan suatu wilayah ini dengan memberikan pemetaan pembangunan, dimana ada wilayah yang di pertahankan pada sisi kulturnya dan ada wilayah yang mengalami perubahan dari sosiokulturnya. Sehingga daerah yang dipertahankan sebagai pusat kultur masyarakat itu menjadi penyangga dari stabilitas perubahan pembangunan, sementara wilayah yang mengalami perubahan dalam percepatan pembangunan itu menjadi tempat interaksi sosial bermacam-macam budaya masyarakat, dan ini menjadi pusat pertumbuhan perekonomin tanpa menimbulkanpemberontakan kebudayaan dan cenderung adaptif pada percampuran kebudayaan yang terjadi.
Kaitan kebudayaan dengan dunia pendidikan di Purwakarta, dalam minggu-minggu ini akan mengeluarkan peraturan Bupati tentang budi pekerti, dimana budi pekerti maduk dalam kurikulum di sekolah dan menjadi salahsatu penilaian dalam rapor siswa. Tidak hanya tercantum nilai budi pekerti siswa saja, tetapi juga budi pekerti mempengaruhi siswa dalam layak tidaknya siswa untuk naik kelas. Kebijakan ini diambil karena tujuan pendidikan itu adalah menciptakan manusi Indonesia seutuhnya, artinya menciptakan manusia yang terintegritas antara nilai intelektulnya, nilai emosionalnya dan yang paling utama adalah kecerdasan spiritualitasnya. Itulah yang disebut budi pekerti. Maka tidak ada arttinya seseorang cerdas dalam intelektualitasnya namun dari sisi emosional moralitasnya dan spiritualitasnya rendah, karena orang tersebut yakin tidak akan produktif bagi kemajuan bangsa, yang ada malah menghancurkan bangsa ini, toh banyak kasus korupsi yang menyebabkan kebangkrutan bangsa ini dilakukan oleh orang pintar secara intelektual tapi bobrok dalam moralitasnya. Dan inilah yang menjadi berbahaya, karena dimanapun orang pintar intelektual dan moralitasnya bobrok jika ia memegang jabatan maka yang akan terjadi adalah eksploitatif terhadap potensi-potensi yang ada.
Maka berkaitan dengan hal ini, kebudayaan dipengaruhi oleh kecerdasan budi pekerti seseorang. Artinya tingkat kecerdasan budi pekerti akan mempengaruhi nilai budaya yang muncul di masyarakat. Di purwakarta saja, perbenturan nilai budaya yang terjadi sekarang-sekarang ini, ternyata tak terlepas dari peran kecerdasan emosional (budi pekerti-red) sebagian kelompok memaknai budaya yang di pertentangkan itu. Dan adapula yang memaknai budaya yang di pertentangkan itu sesuatu yang sah-sah saja di jalankan di Purwakarta dengan asumsi kcerdasn budi pekertinya, dan adapula yang memaknai sebagai kekeliruan budaya Purwakarta yang sesungguhnya, tentu asumsi kecerdasan emosionalnya pula. Hanya saja yang salah adalah jika perbenturan budya itu di lakukan dengan budi pekerti yang bobrok, merusak dan menghancurkan asset-aset budaya yang ada.
Lebih jauh dalam meletakan pondansi budaya di Purwakarta adalah pemaknaannya terhadap Purwakarta yang merupakan bgian dari budaya kesundaan, budaya di Jawa Barat yang Notabene berada pada wilayah transisi dengan perbenturan interaksi bermacam pengaruh budaya luar. Sehingga hal ini membutuhkan pondasi identitas budaya di Purwakarta. Karena jika suatudaerah tidak memiliki kedaerahannya maka daerah tersebut akan mudah disingkirkan, dan lambat laun hilanglah identitas masyarakat pribuminya. Maka dalam hal ini perubahan cultural itu sangat dipengaruhi oleh perubahan kebijakan. Sehingga harapannya, kebijakan itu tidak lagi dominasi antara kekuatan besar dan kekuatan kecil tapi merata untuk melahirkan keadilan dibandingkan melahirkan kantong-kantong besar dimana kantong besar itu memberangus kantong-kantong kecil bahkan membunuh kehidupannya dalam jangka panjang.
Pemimpin yang ingin populis biasanya selalu mengangkat isu yang bersifat pragmatis tidak fundamental, isunya adalah mengangkat peningkatan derajat pendidikan, isunya adalah isu menurunkan angka pengangguran, isunya adalah peningkatan ekonomi rakyat itu pragmatis semua derajat ekonomi, derajat kesehatan masyarakat derajat pengangguran itu sangat tergantung pada potensi dasar suatu daerah yang disebut kekuatan kultur maka saya rela untuk tidak populis dan mengangkat kebudayaan sebagai isu sentral dasar pembangunan, memang berat mengangkat isu itu akan tetapi isu itu membuat fundamen yang kuat bagi Negara. Kita lihat ketika membangun Negara ini apakah yang dirumuskan Bung Karno dulu adalah kebijakan tentang ekonomi? Apakah yang dirumuskan kebijakan industrialisasi? Bukan tapi dulu yang dirumuskan adalah kerangka dasar tata ketata negaraan yang disebut Pancasila., dan Pancasila itu adalah sebuah kristalisasi dari nilai-nilai lokal yang tersebar dari seluruh wilayah tanah air dan ini filosofi dasar yang sangat bagus sehingga pada akhirnya bagaimana menterjemahkan pancasila itu dalam sistem sosial, sistem ekonomi yang berdasar pada ruang wilayah kebudayaan masyarakat karena ruang wilayahnya kebudayaannya. Untuk masyarakat dayak maka kita hormati kebudayaan orang dayak tersebut  itu sebagai sistem sosial yang berkembang pada wilayahnya, ketika berbicara Aceh pahami kultur Acehnya, pertanyaannya mengapa Aceh diberi keistimewaan kenapa Jawa Barat tidak diberi keistimewaan kenapa Kalimantan tidak diberi keistimewaan, mengapa papua juga, maka bisa timbul pertanyaan apakah keistimewaan suatu daerah didapat jika daerah tersebut melakukan pemberontakan? Pemikiran seperti ini akan berbahaya bagi system NKRI seharusnya setiap daerah diberikan keistimewaan untuk berkembang sesuai dengan kultur wilayahnya.
Kearifan lokal itu melahirkan semangat pembangunan, kearifan lokal itu melahirkan kesejahteraan, kearifan lokal itu melahirkan keadilan ekonomi kearifan lokal itu melhirkan kesehatan masyarakat yang kuat, saya ingin bertanya apakah orang Baduy itu lebih sehat di bandingkan orang Bandung? Pasti jawabannya orang Baduy secara kasat mata bisa lebih sehat di bandingkan orang Bandung, padahal orang Baduy mengurus dirinya sendiri tanpa interversi Negara seperti masyarakat lain, seharusnya Negara kita ini rakyatnya berkembang berdasarkan sosok kultur sosialnya dan dia akan menjadi daerah-daerah yang kokoh. Implikasinya anggaran Negara itu bisa digunakan untuk hal-hal lain yang lebih strategis.
Citarum itu sebuah warisan kebudayaan, sebuah warisan sunda maka Citarum seharusnya dipahami dengan rasa dengan kultur jangan dipahami dengan proyek, pahami secara kultur serahkan kepada orang-orang yang memiliki kapasitas. Saya ketika pertama menjabvat sebagai Bupati di Purwakarta ada ironi sebagai daerah penghasil tenaga listrik ternyata ada sebanyak 40.000 KK yang belum menikmati listrik, padahal mereka tinggal di sekitar Cirata dan Citarum (Waduk Jatiluhur) ini kalau orang sunda bilang yang namanya “Kahieuman Bangkong”.
Akhirnya saya sampaikan kalau kita menolak sebuah transformasi dunia, media dan hiburan tidak mungkin karena sekarang sudah menjadi dunia terbuka, yang harus dibagun oleh kita adalah membangun kreatifitas bagaimana Negara mengeluarkan kebijakan-kebijakan perlindungan terhadap kebudayaan. Sudah saatnya Negara perlu memanggil ahli-ahli animasi, panggil ahli film dan semua dibiayai oleh Negara untuk membuat film – film yang bermutu yang berdasarkan dari nilai-nilai lokal dari bangsa ini. Sehingga kita tidak di jajah secara kultur oleh Negaranya Spiderman, Negaranya Spongsbob, Negaranya Ipin-Upin dll, dulu ketika waktu zamannya TVRI pak harto sering membuat kebijakan film luar biasa, contohnya membuat film si unyil, yang dampaknya sangat fenomenal dan intervensi Negara pada penguatan budaya tidak fundamental, jika ingin berlangsung maka tidak tahu kapan Indonesia ini akan mencapai puncak kejayaannya.***
Ditulis oleh:  Kang Dedi Mulyadi (Bupati Purwakarta)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar